Jumat, 22 Februari 2013

Senjah Kehidupan

Senjah yang indah, dimana mentari sudah mulai kembali keperaduannya, dimana burung mulai sibuk mencari tempat untuk beristirahat dari malam yang buas, dimana langit memerah dengan indahnya.

Sayangnya senjah yang indah ini tak membuat hati Rizal indah seperti indahnya senjah. Hmmm, mungkin karena dia belum terbiasa tinggal tanpa sanak saudara, tanpa ada yang bisa memeluk dan mendekapnya dengan penuh kehangatan keluarga.

Rizal berasal dari Manado, yang merantau dengan tujuan kuliah dan membanggakan kedua orang tuanya. Karena efek dari merantau tak ada yang mengawasi, dan juga efek dari perekonomian keluarga yang membuat Rizal kebingunggan mencari solusi dari masalah demi masalah yang terjadi karena tekanan pergaulan dan ekonomi.

Awal Rizal kuliah semuanya baik-baik saja, nggak ada keluahan yang terlontar dari bibirnya. Lama kelamaan faktor ekonomi mulai mengerogoti semangatnya. Rizal yang baru duduk disemester 1 disalah satu universitas, memang hanyalah anak dari keluarga yang tak miskin dan juga tak kaya.

Rizal terlahir dari orang tua yang bisa dibilang berpenghasilan musiman. Jika harga hasil pertanian membaik otomatis Rizal bisa hidup dengan baik diperantauan, dan jika harga hasil pertanian memburuk maka mimpi buruklah bagi Rizal.

Bahkan Rizal sempat dikagetkan dengan satu ucapan orang tua –“Ayah sudah nggak bisa membiayai perkuliahanmu untuk semester depan”. Ucapan yang bisa dibilang singkat, tapi bermakna luas bagi seorang anak petani seperti Rizal.

Diapun perlahan-lahan mulai memutar otak, mensiasati ganasnya kehidupan metropolitan. Satu persatu bisnis dia coba lakoni hanya demi mengurangi biaya hidupnya. Bisnis kecil-kecilan sampai sedikit tergiur dengan bisnis terlarang dan terharam.

Kerasnya kehidupan membuat Rizal sadar akan satu hal –“Mencari sesuap nasi di negeri ini sungguhlah tak mudah”.

Entah sampai kapan derita ini akan selalu dirasakan Rizal. Andai ada seorang pemimpin yang bisa mensejahterakan Rakyatnya, andai ada wakil Rakyat yang sadar akan kelaparan Rakyat dimalam yang digin.

Ooo, Pemimpin kapan Anda bisa memahami orang kecil seperti Rizal dan anak-anak dari petani yang lain.?

Ooo,,, Wakil Rakyat yang terhormat. Kapan Anda bisa mewujudkan permintaan Rakyat tanpa ada kata “PUNGLI”.?

Wahai para pemimpin tataplah kami sebagaimana Anda menatap manusia, bukan menatap Hewan.

Wahai Para pemimpin mau dibawah kemana INDONESIA ini.?

Wahai Para pemimpin khususnya pak Presiden, kami telah bosan mendengar “AKU TURUT PRIHATIN, atau AKU TERUT BERDUKA CITA” yang terus keluar dari mulut tanpa tindakan nyata yang tertuang dalam tingkah dan perbuatanmu.

Memang kami rakyat kecil yang tak ada apa-apanya di Mata kalian, tapi sadarkah kalian –Tanpa ada suara kami, kalian pasti takkan bisa duduk disinggahsana yang mewah bertaburkan berlian dan emas.

Wahai para pemimpin…. memang kami hanyalah segerombolan semut merah yang kecil, tapi ingat gigitan satu ekor semut saja bisa membuat gatal yang tak berkesudahan, apalagi jika digigit ribuan atau bahkan jutaan semut merah…. Bisa dibayangkan betapa pedih rasanya.

0 komentar :