Senjah yang indah, dimana mentari sudah mulai kembali
keperaduannya, dimana burung mulai sibuk mencari tempat untuk beristirahat dari
malam yang buas, dimana langit memerah dengan indahnya.
Sayangnya senjah yang indah ini tak membuat hati Rizal indah
seperti indahnya senjah. Hmmm, mungkin karena dia belum terbiasa tinggal tanpa
sanak saudara, tanpa ada yang bisa memeluk dan mendekapnya dengan penuh
kehangatan keluarga.
Rizal berasal dari Manado, yang merantau dengan tujuan
kuliah dan membanggakan kedua orang tuanya. Karena efek dari merantau tak ada
yang mengawasi, dan juga efek dari perekonomian keluarga yang membuat Rizal
kebingunggan mencari solusi dari masalah demi masalah yang terjadi karena
tekanan pergaulan dan ekonomi.
Awal Rizal kuliah semuanya baik-baik saja, nggak ada
keluahan yang terlontar dari bibirnya. Lama kelamaan faktor ekonomi mulai
mengerogoti semangatnya. Rizal yang baru duduk disemester 1 disalah satu
universitas, memang hanyalah anak dari keluarga yang tak miskin dan juga tak
kaya.
Rizal terlahir dari orang tua yang bisa dibilang
berpenghasilan musiman. Jika harga hasil pertanian membaik otomatis Rizal bisa
hidup dengan baik diperantauan, dan jika harga hasil pertanian memburuk maka
mimpi buruklah bagi Rizal.
Bahkan Rizal sempat dikagetkan dengan satu ucapan orang tua –“Ayah
sudah nggak bisa membiayai perkuliahanmu untuk semester depan”. Ucapan yang
bisa dibilang singkat, tapi bermakna luas bagi seorang anak petani seperti
Rizal.
Diapun perlahan-lahan mulai memutar otak, mensiasati
ganasnya kehidupan metropolitan. Satu persatu bisnis dia coba lakoni hanya demi
mengurangi biaya hidupnya. Bisnis kecil-kecilan sampai sedikit tergiur dengan
bisnis terlarang dan terharam.
Kerasnya kehidupan membuat Rizal sadar akan satu hal –“Mencari
sesuap nasi di negeri ini sungguhlah tak mudah”.
Entah sampai kapan derita ini akan selalu dirasakan Rizal.
Andai ada seorang pemimpin yang bisa mensejahterakan Rakyatnya, andai ada wakil
Rakyat yang sadar akan kelaparan Rakyat dimalam yang digin.
Ooo, Pemimpin kapan Anda bisa memahami orang kecil seperti
Rizal dan anak-anak dari petani yang lain.?
Ooo,,, Wakil Rakyat yang terhormat. Kapan Anda bisa
mewujudkan permintaan Rakyat tanpa ada kata “PUNGLI”.?
Wahai para pemimpin tataplah kami sebagaimana Anda menatap
manusia, bukan menatap Hewan.
Wahai Para pemimpin mau dibawah kemana INDONESIA ini.?
Wahai Para pemimpin khususnya pak Presiden, kami telah bosan
mendengar “AKU TURUT PRIHATIN, atau AKU TERUT BERDUKA CITA” yang terus keluar
dari mulut tanpa tindakan nyata yang tertuang dalam tingkah dan perbuatanmu.
Memang kami rakyat kecil yang tak ada apa-apanya di Mata
kalian, tapi sadarkah kalian –Tanpa ada suara kami, kalian pasti takkan bisa
duduk disinggahsana yang mewah bertaburkan berlian dan emas.
Wahai para pemimpin…. memang kami hanyalah segerombolan
semut merah yang kecil, tapi ingat gigitan satu ekor semut saja bisa membuat
gatal yang tak berkesudahan, apalagi jika digigit ribuan atau bahkan jutaan
semut merah…. Bisa dibayangkan betapa pedih rasanya.
0 komentar :
Posting Komentar