Pada tahun 1951 lahirlah seorang pahlawan cinta dari
keluarga yang sederhana. Pahlawan cinta itu dari kecil sudah terbiasa
pindah-pindah daerah, maklum saja pahlawan cinta itu lahir dari keluarga yang
menyandarkan hidup keluarganya pada pasar tradisional. Karena efek dari pindah-pindah
daerah membuat pahlawan cinta ini kurang mendapatkan teman, dan otomatis
menjadi lebih pintar dalam bidang perekonomian.
Seiring waktu berjalan, pahlwan cinta itupun tumbuh menjadi
remaja yang terbiasa dengan jual beli, hitung menghitung untung dan rugi.
Sampai masa remaja pahlawan cinta ini terus pindah-pindah daerah, kadang didaerah
itu kadang didaerah ini. Sampai waktu membawah pahlawan cinta menetap disalah
satu perkampungan kecil dimasa itu.
Dalam perkampungan
itu pahlwan cinta mulai beradaptasi dan bersosialisasi dengan kawan sebaya
dengannya. Dalam perkampungan itu ada seorang wanita yang berhasil memikat hati
sang pahlawan cinta, wanita itu lebih mudah jauh dari pahwalan tersebut. Kurang
lebih usia mereka terpaut sekitar 20-21 tahun bedanya.
Mulai disinilah pahlawan cinta itu mendapatkan teman yang
bisa dibilang sahabat seperjuangan, nah sahabatnyalah yang menjembatani
pahlawan cinta menemukan jodohnya. Kurang lebih 3 tahun usaha dari sang
pahlawan cinta untuk bisa menaklukkan hati sang pujaan hatinya. Tahun pertama
curi-curi pandang saja, tahun kedua mulai kenalan, dan tahun ketiga action
dimulai.
Kurang lebih 30 kali bolak balik sahabat dari sang pahlawan
cinta ini untuk mengantar surat kepada sang bidadari yang diincar sang pahlawan,
yah maklumi aja ditahun 1988 itu belum ada namanya handphone jadi semuanya
berbasis surat yang ditulis tangan.
Selama 30 kali bolak balik masih aja ditolak. Sang pahlawan
nggak putus asa dalam hal ini. Semangatnya mucul lagi dikarena sang pahlawan bisa melihat karekter cewek
yang masih labil-labilnya,,, yah itu menjadi nilai plus bagi sang pahlawan yang
bisa mengetahui keinginan sang wanita sebelum sang wanita itu ngomong terus
terang.
Akhirnya perburuan terus berlanjut, sampailah pada titik
dimana sang buruan sudah kehabisan nafas untuk lari lagi. Saat itulah sang
pahlawan masuk kedalam kehidupan wanita pujaan hatinya, melumpuhkan semua organ
gerak sang wanita, dan menjinakkan sebongkah daging yang terdapat dalam tubuh
wanita tersebut yaitu hati.
Ooo iya, profesi sang wanita adalah sebagai penjual kue
keliling, dan seorang pedagang dipasar tradisional yang saat itu berumur sekitar 16 mau masuk 17 tahun. Hubungan keduanyapun
berlanjut, yang awalnya berstatus buruan, sekarang berubah status menjadi pacaran.
3 bulan sudah hubungan itu berjalan, sang pahlawan tiap
malam minggu selalu mengapeli sang pujaan hati, tapi cara mengapelinya berbeda
dengan zaman sekarang. Zaman sekarang mah, pacarannya udah pada aneh, sang gadis
diperbolehkan keluar rumah malam-malam, kalau nggak janjian lewat handpone
untuk ketemuan dimana, dan tempat-tempat ketemuan juga sudah mendukung
anak-anak remaja untuk berbuat mesum. Kalau zaman dahulu mah cara mengapelinya,
yah hanya kerumah sang gadis duduk, ngopi, ngobrol, dan yang paling bikin emozi
itu kadang kalah orang tua dari gadis itu suka ikut duduk bersama-sama dengan
anak gadisnya. Selama 3 bulan sang pahlawan terus bersabar mendekati orang tua
dari sang gadis, karena menurut sang pahlawan “Dekati dulu hati orang tuanya,
pasti hati sang anak bakalan ikut mendekat”, mungkin sang pahlawan mengambil contoh, dari Induk ayam dan anak ayam... Begitu kita tangkap induk ayam, pasti anak ayam nggak bakalan jauh2 dari induk ayam. Kalau istilah zaman sekarang
mungkin berbeda yaitu “Dekati dulu selangkangannya baru orang tuanya merestui
hubungan anaknya dengan Engkau”, yah mungkin seperti itu… dan telah terbukti
dengan banyaknya wanita hamil diluar nikah.
Sang pahlawanpun berniat untuk meminang sang pujaan hatinya,
mungkin karena sang pahlawan takut digasak orang. Akhirnya sang pahlawan
mengatakan niat baiknya itu kepada sang wanita terlebih dahulu, takut
mengatakan langsung kepada kedua orang tua sang wanita,,, yah mungkin takut
sang wanita kaget. Ternyata analisanya berbeda jauh dengan jawaban dari sang wanita –“Jika memang kamu
serius denganku, maka kamu harus serius mengatakan kata hatimu kepada kedua
orang tua ku”. Mendengar jawaban ini sang pahlawan langsung menghampiri kedua
orang tua dari gadis yang telah mengisi hatinya.
Nggak menunggu lama, sang pahlawan langsung mengutarakan
niat baiknya ini kepada kedua orang tua gadis pujaan hatinya. Dan jawaban dari
sang ayah dari gadis pujaannya –“Jika memang kamu serius untuk melanjutkan
hubungan kamu dengan anak saya kejenjang yang lebih tinggi, maka saya restui,
tapi tergantung dari mau atau tidaknya anak saya untuk melanjutkan hubungan ketaraf
keluarga”. Sang ayahpun langsung menanyakan hal itu kepada putrinya. Disusul
dengan anggukan kepala dari sang putri yang menandakan kalau sang putri siap
untuk dinikahi.
2 bulan dari waktu peminangan, akhirnya diadakan acara
pernikahan. Nah, disinilah letak kesalahan dari semua orang yang
menganggap “Cinta dan kebahagian dibatasi dengan usia”. Karena paradikma itu sempat membuat keluarga
baru ini agak sedikit goyang pendiriannya,,,, yah lagi-lagi ulah dari sang hawa
yang mempercayai bisikan iblis yang terkutuk. Mungkin pendirian dari wanita
yang mudah hancur ketimbang pendirian pria, makanya iblis lebih mudah mengoda wanita
ketimbang pria, dan kelemahan wanita satu ini yang membuat kita diusir dari surga.
Akhirnya kedua insan yang mebina satu keluarga ini
berkomitmen untuk menunjukan betapa salahnya paradikma orang-orang. Sekarang sudah
2 orang yang menjadi pahlawan yang melebur dirinya menjadi satu jiwa, membina
keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah.
Selang satu tahun dari pernikahan, akhirnya kedua pahlawan
itu membuktikan betapa salahnya paradikma orang-orang terhadap rumah tangga
mereka. Pada tahun 1994 lahirlah seorang buah hati dari hasil percintaan
mereka. Bayi itu diberi nama “Rizal Gelu”…. Iya itulah aku.
Kedua sang pahlawan ini begitu senang dengan kehadiranku
ditengah hujatan hebat dari sahabat dan saudara kedua sang pahlawan. Dengan pencapaian
ku menjadi bayi sehat nomor 1 se-kabupaten pada saat itu dengan seketika mulut
para penghujat mulai terjahit rapi, tapi hanya sebagian.
Masih ada walaupun tingal 5 atau 6 orang yang terus berkokok
seperti ayam, sampai dimana aku dan kedua adikku sekolah dan kuliah di tempat
yang jauh dari daerahku, dan bahkan disebrang laut dari pulauku “Sulawesi”.
Entah sekarang mereka masih berkokok seperti ayam atau
terdiam seperti “Bangkai”.
_TAMAT_